Seattle (BPJPH) --- Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Muhammad Aqil Irham menegaskan bahwa sertifikasi halal bukanlah hambatan dalam perdagangan antar-negara. Sebaliknya, sertifikasi halal sebagai mekanisme pemenuhan standar halal atas suatu produk merupakan aspek yang memberikan peluang bagi produk untuk lebih berdaya saing di pasar global.
"Kami tegaskan bahwa halal bukanlah hambatan atau Technical Barriers to Trade (TBT) dalam aktivitas perdagangan global. Karena faktanya justru sebaliknya. Halal adalah standar yang membuka peluang secara ekonomi dengan nilai yang sangat besar." kata Aqil menegaskan.
Penegasan tersebut sejalan dengan upaya BPJPH yang selama ini aktif sebagai perwakilan Pemerintah RI dalam memberikan jawaban atas notifikasi yang dilayangkan oleh sejumlah negara terkait sertifikasi halal. Meknisme notifikasi yang salah satunya dilakukan melalui World Trade Organisation (WTO) TBT Committee itu sendiri, menurut Aqil, adalah hal yang lumrah dilakukan. Sebab, perkembangan regulasi di suatu negara memang akan berimplikasi pada pelaksanaan perdagangan antar negara.
"Peran aktif BPJPH ini dilakukan dalam memberikan pencerahan kepada dunia terkait regulasi dan kebijakan Jaminan Produk Halal yang berlaku di Indonesia, termasuk meluruskan persepsi sebagian kalangan yang memandang halal secara tidak tepat." kata Aqil menjelaskan.
"BPJPH telah menotifikasi regulasi teknis terkait halal kepada WTO TBT Committee melalui BSN. Dalam hal ini, BPJPH juga selalu berkoordinasi dengan stakeholder terkait." tambah Aqil.
Bahkan Aqil memandang dalam insight lebih luas, produk halal memiliki potensi untuk berperan sebagai katalis perdagangan. Sebab, standar halal yang ada pada produk akan meningkatkan kualitas dan daya saing produk tersebut.
Sebagai sebuah standar, lanjutnya, halal identik dengan sejumlah nilai. Di antaranya, kesehatan, kebersihan, keutuhan, keselamatan, keberlanjutan, integritas, dan kemakmuran, yang semuanya merupakan ciri peradaban modern dan standar jaminan kualitas halal secara global. Halal telah menjadi ekosistem dan juga industri. Dan produk halal telah menjadi bagian dari bisnis dunia yang nilainya sangat besar, yang diperuntukkan bukan saja untuk masyarakat Muslim tetapi juga masyarakat non-Muslim.
"Dan dalam konteks APEC, tentu potensi perdagangan produk halal akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan." lanjutnya.
Aqil juga menjelaskan bahwa pasar halal global saat ini terus bertumbuh dan menjadi sektor yang menjanjikan dalam perdagangan global. Berbanding lurus dengan hal itu, permintaan produk halal juga terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu dengan nilai yang semakin besar. Salah satu bukti pertumbuhan itu, lanjut Aqil, adalah banyaknya lembaga halal dari berbagai negara di dunia yang mengajukan permohonan kerja sama saling pengakuan dan saling keberterimaan sertifikat halal dengan BPJPH.
"Hingga Juli lalu, BPJPH telah menerima 107 permohonan kerja sama Lembaga Halal Luar Negeri dari berbagai negara untuk kerja sama Mutual Recognition and Acceptance on Halal Quality Assurance." kata Aqil.
Saat ini, lanjutnya, BPJPH juga terus melanjutkan transformasi penyelenggaraan JPH di Indonesia, yang mencakup empat paradigma halal, yaitu pergeseran paradigma perspektif filosofis-sosiologis, perspektif yuridis, transformasi digital, dan perspektif ekonomi.
Sebagai perwakilan Indonesia, Aqil mengatakan bahwa BPJPH memanfaatkan forum APEC bukan hanya untuk membangun pemahaman terkait Jaminan Produk Halal, namun juga sebagai sarana untuk membangun kepercayaan dan memperluas jejaring hubungan saling menguntungkan dengan negara atau para mitra strategis kita di kawasan Asia Pasifik.
"Dan tentunya, kita juga berkepentingan untuk memastikan bahwa jaminan produk halal ini menjadi bagian dari peningkatan kapasitas dan daya saing produk Indonesia di tingkat global. Ini sejalan dengan upaya mewujudkan cita-cita Indonesia untuk menjadi produsen produk halal terbesar di dunia pada 2024 mendatang." pungkasnya. []