Jakarta — Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Republik Indonesia (BPJPH) RI terus mengedukasi pelaku usaha untuk memastikan kesiapan mereka guna menyambut implementasi kewajiban sertifikasi halal penahapan kedua yang akan dimulai Oktober 2026, termasuk bagi produk obat-obatan. Bahkan, wajib halal harus dimaknai sebagai transisi menuju industri farmasi yang semakin berkualitas dan produktif.
“Mandatori halal 2026 bukan sekadar tenggat, tapi momentum transisi menuju industri farmasi yang lebih terjamin dari sisi keamanan, mutu, dan kehalalannya. Kami mengajak seluruh pelaku industri untuk segera melakukan pemetaan bahan dan proses produksi yang akan terdampak,” ujar Deputi Bidang Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal BPJPH, E.A Chuzaemi Abidin, pada gelaran Mid Year Forum 2025 PT Kalbe Farma Tbk di Kelapa Gading, Jakarta (17/07/25).
Untuk mendukung sektor industri, lebih lanjut Chuzaemi mengatakan bahwa upaya percepatan terus dilakukan pemerintah, termasuk dalam hal fasilitasi bahan baku impor melalui percepatan akreditasi Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) dan kerja sama pengakuan sertifikat halal melalui Mutual Recognition Arrangement (MRA).
“Industri seperti Kalbe yang mengimpor bahan dari berbagai negara akan terbantu jika lembaga halal luar negeri di negara asalnya telah terakreditasi. Karena itu, kami juga mendorong diaspora Indonesia di luar negeri agar mendirikan LHLN dan mendukung ekosistem global halal,” jelasnya.









